Logo Tirainews.com

Semah Rantau, Tradisi Masyakarat Adat untuk Mendapatkan Perlindungan dan Keselamatan dari Allah SWT

Semah Rantau, Tradisi Masyakarat Adat untuk Mendapatkan Perlindungan dan Keselamatan dari Allah SWT
Proses peletakan kepala kerbau untuk dihanyutkan kedalam sungai dalam tradisi Semah Rantau di Desa Tanjung Beringin, Kabupaten Kampar, Riau, Ahad (15/11/2020). (Wahyudi)

Tirainews.com - Semah Rantau merupakan adat istiadat dan tradisi tahunan yang sudah digelar sejak ratusan tahun di Desa Tajung Beringin yang terletak di kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. Saat ini Semah Rantau sudah menjadi rangkaian agenda pariwisata yang sudah dikenal dengan Festival Subayang.

Inti dari Semah Rantau adalah kunjungan Raja ke daerah-daerah untuk menyelesaikan masalah masyarakat, jika tidak bisa diselaikan maka Raja yang memutuskan atau bisa disebut dengan Tinjau Rantau.

Raja Gunung Sahilan Tengku Muhammad Nizar mengatakan, Tinjau Rantau adalah Raja meninjau rantau untuk menyelesaikan masalah masyarakat adat dan diputuskan oleh Raja. Begitulah kepatuhan masyarakat adat yang saling menghormati dan takut karena dikerajaan ada namanya Sumpah Soti atau sumpah Sakti yang mereka taati.

"Sumpah Soti atau Sakti itu dibuat oleh Raja pertama dulu dan perangkatnya yang disaksikan hantu serimbonya, buaya semuara dan harimau sekuntunya," ungkapnya, Ahad (15/11/2020).

Tradisi ini diawali dengan melakukan ziarah ke makam dua orang yang sangat dihormati oleh ninik mamak dan masyakarat. Pertama makam Datuk Berdarah Putih yang dulunya adalah seorang tabib untuk masyarakat berobat kemudian adalah Datuk Pagar adalah orang yang bisa menjinakkan Harimau untuk menjaga anak cucu yang sedang bekerja di hutan agar tidak diganggu.

Kemudian melakukan pemotongan kepala kerbau dan dibawa menggunakan perahu yang sudah dihias. Kepala kerbau dihanyutkan ke dalam sungai disertai dengan doa kepada Allah SWT.

"Daging kerbaunya dimasak dan dibagi-bagikan kepada masyakarakat untuk dimakan bersama-bersama," jelasnya.

Selanjutnya makan bejambau dan tradisi Panen ikan di lubuk larangan, bahasa kampung disini disebut mencokou ikan atau menangkap ikan yang dilakukan setahun sekali. Selama setahun ikan yang ada di sungai ini tidak akan diganggu atau ditangkap masyarakat di sini.

"Inti dari Semah Rantau adalah doa dan sholawat agar masyarakat Kampar Kiri ini selalu dalam Lindungi Allah SWT," pungkasnya.

Festival Subayang terselengara berkat kerjasama dari pihak Balai Besar Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Dinas Pariwisata Riau serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kampar.