Logo Tirainews.com

Studi Kasus Akuntans Prilaku (SNP Finance)

Studi Kasus Akuntans Prilaku (SNP Finance)
Nurul Nadia Tasa, Mahasiswi Jurusan Akuntansi Universitas Muhammadiyah Riau

Tirainews.com - Sun Prima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance merupakan perusahaan multifinance, anak perusahaan dari grup bisnis Columbia. Columbia adalah perusahaan retail yang menjual produk perabotan rumah tangga seperti alat-alat elektronik dan furnitur. Dalam menjual produknya, Columbia memberikan opsi pembelian dengan cara tunai atau kredit cicilan kepada customernya. 

SNP Finance inilah yang menjadi partner Columbia dalam memfasilitasi kredit dan cicilan bagi customer Columbia. Columbia sendiri mempunyai jumlah outlet yang sangat banyak, tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, melihat kondisi seperti itu, tentu SNP Finance harus memiliki modal kerja (working capital) dalam jumlah yang besar untuk menutup kredit para customer Columbia. 

SNP Finance menghimpun dana melalui pinjaman Bank. Kredit yang diberikan bank kepada SNP Finance terdiri dari dua jalur, yang pertama melalui joint financing, dimana beberapa bank bergabung dan memberikan pinjaman, dan yang kedua adalah secara langsung, dari sebuah bank kepada SNP Finance. Bank Mandiri tercatat sebagai pemberi pinjaman terbesar kepada SNP Finance. Bank-bank yang memberikan pinjaman tersebut adalah kreditor, mereka punya kepentingan untuk mengetahui bagaimana dana yang mereka pinjamkan ke SNP Finance. 

Apakah dana tersebut dikelola dengan benar, karena tentunya bank juga mengharapkan keuntungan berupa bunga/interest, dan pengembalian pokok pinjaman. Dalam hal ini bank bergantung pada informasi keuangan yang tertuang dalam laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen SNP Finance. Untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang disusun tersebut terbebas dari kesalahan atau manipulasi, maka laporan keuangan tersebut diaudit. SNP Finance menggunakan jasa Kantor Akuntan Publik (KAP) Deloitte Indonesia yang merupakan salah satu Kantor Akuntan Publik (KAP) asing elit (disebut the Big Four) untuk mengaudit laporan keuangannya.  

Namun dalam perjalanan waktu, ternyata bisnis retail Columbia yang merupakan induk dari SNP Finance mengalami kemunduran. Dikarenakan perubahan pola pembelian konsumen, mereka lebih sering membandingkan harga terlebih dahulu melalui gadget dan jaringan internet untuk mencari harga yang lebih murah dengan kualitas yang tidak jauh berbeda. Kondisi perubahan perilaku pembelian customer inilah yang memukul pangsa pasar dari Columbia, dan tentunya juga berdampak pada SNP Finance. Buntutnya adalah kredit SNP Finance kepada para bank – bank/kreditornya tersebut menjadi bermasalah, dalam istilah keuangan disebut Non Performing Loan (NPL).

SNP Finance mengatasi utangnya kepada bank dengan membuka keran pendanaan baru melalui penjualan surat utang jangka menengah, disebut dengan MTN (Medium Term Notes). MTN ini sifatnya hampir mirip dengan obligasi, hanya saja jangka waktunya adalah menengah, sedangkan obligasi jangka waktunya panjang. MTN ini diperingkat oleh Pefindo(Pemeringkat Efek Indonesia) dan kembali lagi bahwa Pefindo juga memberikan peringkat salah satunya adalah berdasarkan laporan keuangan SNP Finance yang diaudit oleh Deloitte. 

Awalnya peringkat efek SNP Finance sejak Desember 2015 – 2017 adalah A-, bahkan kemudian naik menjadi A di Maret 2018. Namun tidak lama kemudian, di bulan Mei 2018ketika kasus ini mulai terkuak, perikat efek SNP Finance turun menjadi CCC bahkan di bulan yang sama tersebut turun lagi menjadi SD (Selective Default). Default dalam bahasa sederhananya adalah gagal bayar. Berikutnya SNP Finance mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), sebesar kurang lebih Rp 4,07 Trilyun yang terdiri dari kredit perbankan 2,22 Trilyun dan MTN 1,85 Trilyun. 

Kreditor dan pemegang MTN mau percaya dan menyalurkan kredit kepada SNP Finance karena awalnya pembayaran dari SNP Finance lancar, dan para kreditor tersebut juga menganalisis kesehatan keuangan SNP Finance melalui laporan keuangannya, yang diaudit oleh kantor akuntan publik ternama, yaitu Deloitte. Namun ternyata terjadi pemalsuan data dan manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen SNP Finance. Diantaranya adalah membuat piutang fiktif melalui penjualan fiktif.

Piutang itulah yang dijaminkan kepada para kreditornya, sebagai alasan bahwa nanti ketika piutang tersebut ditagih uangnya akan digunakan untuk membayar utang kepada kreditor. Untuk mendukung aksinya tersebut,SNP Finance memberikan dokumen fiktif yang berisi data customer Columbia. Sangat disayangkan bahwa Deloitte sebagai auditornya gagal mendeteksi adanya skema kecurangan pada laporan keuangan SNP Finance tersebut. Deloitte malah memberikan opini wajar tanpa pengecualian pada laporan keuangan SNP Finance.

Analisis Kasus

SNP Finance sebagai pihak yang bekerjasama dengan Columbia sebagai penyedia kredit dan cicilan bagi pelanggan Columbia telah mengalami kemunduran dalam menghimpun dana sebagai akibat perubahan pola pembelian produk oleh konsumen Columbia. SNP Finance yang sebelumnya menghimpun dana dari bank-bank lain seperti Bank Mandiri mengalami keadaan gagal bayar karena keadaan bisnis yang sedang merosot, dalam upaya menghimpun dana untuk melunasi hutang sebelumnya, mereka meminjam kepada pihak lain, yaitu dengan melakukan penjualan surat utang jangka menengah, disebut dengan MTN (Medium Term Notes). 

Tetapi, dalam menghimpun dana baru tersebut, mereka melakukan pelanggaran dengan membuat laporan keuangan fiktif, termasuk data customer. Sayangnya laporan keuangan fiktif ini tidak terdeteksi oleh Delloite sebagai auditornya, Deloitte malah memberikan opini wajar tanpa pengecualian pada laporan keuangan SNP Finance.Untungnya, di bulan Mei 2018 kasus ini mulai terkuak, kemudian peringkat efek SNP Finance turun menjadi SD (Selective Default) atau keadaan gagal bayar dimana SNP Finance tidak lagi dapat melunasi hutangnya.Deloitte sendiri sebagai auditor juga terlihat kurang menerapkan prinsip kehati – hatian (professional skepticism) yang mengakibatkan pihak kreditor dan pengguna laporan lainnya tidak mendapatkan peringatan atau mengetahui keadaan buruk yang akan terjadi. Padahal,dengan adanya kondisi kesulitan keuangan yang dialami oleh SNP Finance, seharusnya Deloitte juga mengetahui bahwa hal ini menjadi faktor tekanan bagi perusahaan untuk melakukan kecurangan , yaitu dengan memanipulasi laporan keuangan agar tampak baik.

Akibat melakukan pemalsuan laporan keuangan dan data-data lain, SNP Finance melanggar pasal berlapis, yaitu KUHP 362 tentang pemalsuan surat, KUHP 362tentang penggelapan dan KUHP 378 tentang penipuan.


Penulis: Nurul Nadia Tasa, Mahasiswi Jurusan Akuntansi Universitas Muhammadiyah Riau