Logo Tirainews.com

Menelusur Pemilik Lahan di Kawasan TNTN, Penyerobotan Lahan Menjadi Topik di Persidangan

Menelusur Pemilik Lahan di Kawasan TNTN, Penyerobotan Lahan Menjadi Topik di Persidangan

Tirainews.com - Sidang kasus pendudukan lahan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dengan terdakwa Abdul Arifin berlangsung sengit di Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan baru-baru ini. Sidang ke enam kali itu menghadirkan saksi dari pihak Kepolisian yang melakukan penyelidikan terhadap terdakwa.

Di dalam persidangan, terdapat beberapa fakta yang unik, karena Abdul Arifin yang memiliki jabatan Adat sebagai Bathin Hitam Sei Medang tidak terima atas penetapan dirinya sebagai tersangka. Sebab hingga saat ini Ia belum mengetahui pasal apa yang disangkakan kepada dirinya.

Menurut Abdul Arifin, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Ia diperiksa perihal kebakaran di lahan kebun karet miliknya. Namun setelah berada di Markas Polisi Resort (Mapolres) Pelalawan, Ia malah ditetapkan sebagai tersangka pendudukan lahan TNTN.

Terkait kebakaran lahan tersebut, Abdul Arifin mengaku kebun miliknya yang terbakar hanya sekitar 2 Hektare (Ha). Sementara diduga masih banyak lahan yang terbakar seperti milik CS dan RS (Anggota DPRD Pelalawan, red).

“Saya merasa heran, saat dijemput malam-malam, saya ditanya soal kebakaran, padahal kebun saya yang terbakar lebih kurang 2 Ha, itupun kebun karet yang tidak mungkin saya bakar,” terangnya usai menjalani sidang.

Di sisi lain, jika dakwaan yang ditujukan padanya terkait pendudukan lahan, Abdul Arifin mengaku masih banyak orang yang menduduki lahan jika memang itu masuk ke wilayah TNTN. Seperti halnya milik CS yang diperoleh dari dirinya, lahan itu mencapai 300 Ha.

Begitu juga dengan lahan milik RS yang diduga puluhan Hektare yang diketahui diperoleh dari HS yang sebelumnya diduga dibeli dari Bathin Hitam Sei Medang sebelum Abdul Arifin menjabat sebagai tokoh Adat tersebut.

“Tidak ada keadilan, karena jika saya didakwa dengan pendudukan lahan, masih banyak lahan di sana yang dikuasai orang-orang pemangku jabatan. Jadi, kalau memang hukum ditegakkan dengan benar, saya minta semua diproses, jangan pandang bulu,” ujar pria paruh baya yang menyebutkan masih memegang surat-surat tentang kepemilikan lahan tersebut.

Informasi dihimpun tirainews.com, bahwa sebelumnya lahan di kawasan Taman Nasional masuk dalam Ranperda 2019 lalu dengan rencana pola ruang dengan luasan 80.676,30 Hektar. Namun terjadinya konflik Ranperda belum disahkan. Padahal Ranperda 2011 lahan kawasan Taman Nasional masih dengan luasan 101.493,19 Hektar. Tentunya dengan berkurangnya lahan kawasan Taman Nasional menjadi tanda tanya besar.